Being "ALONE"
SENDIRIAN. ‘being alone’ menjadi satu
keadaan yang sering diunderestimate.
Sebab, pandangan orang-orang mungkin akan berubah ketika kamu menjawab
pertanyaan “sama siapa?” dengan,
"Sendirian."
Makan sendirian, pergi shopping sendirian, nongkrong di kafe
sendirian, bukan
aktivitas yang mustahil untuk dilakukan, termasuk untuk perempuan.
Tapi, sepertinya beraktivitas
seorang
diri ini masih agak mustahil untuk diterima sepenuhnya dalam society. Sendirian sering
dilekatkan dengan rasa pity terhadap subjeknya.
Society menganngap
orang yang pergi sendirian berarti tak bersosialisasi, tidak punya teman bahkan
dianggap sebagai seorang yang introvert. rasa pity ini kemudian membawa
label negataif karena dianggap sebagai
penggambaran isolasi dan keterasingan pada seseorang.
Kenyataannya, tidak
sepenuhnya demikian.
Keputusan untuk being alone merupakan keputusan pribadi yang
diambil secara disadari, bukan situasi diluar kontrol individu. Setiap individu memiliki reaksi atau respon yang bervariasi terhadap hal ini. Mungkin,
ada yang memang memilih untuk sendiri(an), ada pula yang menganggap sendirian
merupakan keputusan yang "egois". Pandangan
semacam ini sedikit banyak dipengaruhi
pula oleh kebudayaan setempat yang
menjunjung nilai collectivism seperti Indonesia.
Sendirian sendiri sudah dipandang sebagai situasi yang menyedihkan.
Lebih menyedihkan lagi bila kata tersebut disandingkan
dengan kata perempuan (seperti saya). Belum
lagi apabila sendirian ini
diaplikasikan dalam hal kehidupan secara menyeluruh, alias melajang.
Kesendirian memang sebenarnya bukan sesuatu yang salah. Hanya saja dalam dunia
yang sepertinya serba "sosial" ini,kesendirian
menjadi momok bagi banyak orang, terutama perempuan.
Masih juga mau menghakimi orang lain atas pilihannya untuk menghabiskan waktu
sendirian?
Komentar
Posting Komentar