P3K: Pertolongan Pertama Pada Kehilangan

 Pada 1621, Robert Burton menulis buku berjudul The Anatomy of Melancholy. Buku ini membahas tentang melankoli, keadaan sementara yang muncul dan pergi pada setiap emosi negatif manusia. Emosi seperti kesedihan, duka, penyakit, masalah, ketakutan, kesedihan, kegelisahan pikiran, segala jenis kekhawatiran, ketidakpuasan, atau pemikiran yang menyebabkan penderitaan, kehampaan, keberatan dan kegelisahan batin, dengan cara apa pun yang bertentangan dengan kesenangan, kegembiraan, kebahagiaan, kesenangan, menyebabkan ketidakpuasan dalam diri kita.

Berabad kemudian Melankoli yang dibahas Burton berkembang, menjadi satu disiplin gaib serius, yang mencoba membedah perasaan dan jiwa manusia, persimpangan antara psikologi dan kedokteran, yang kemudian dengan sangat terstruktur dan serius dibahas oleh dokter ilmu saraf dan psikolog: Apa yang membuat manusia bersedih? Bagaimana perasaan bekerja? Dan mengapa manusia berduka?

Kesedihan adalah bagian dari pengalaman menjadi manusia. Selama berabad-abad, ada banyak perdebatan tentang apa itu kesedihan, duka, dan kehilangan, lantas bagaimana cara menghadapinya. Kesedihan, pada arti yang paling sepele, adalah respon alami pikiran dan tubuh manusia terhadap keadaan yang sulit. Sulit ini punya banyak wajah, putus, kematian, kegagalan, ditinggalkan, dan lainnya.

Kamu bersedih ketika teman kerjamu pindah, ketika warung bakso favoritmu tutup, webtoon kesukaanmu hiatus, penyanyi idolamu ternyata pendukung zionis, atau ditinggalkan oleh crush yang membuatmu merasa tidak berharga. Ini yang aku temukan usai membaca buku Aprilia Kumala Dewi, berjudul Sepasang Antagonis Yang Pernah Saling Mencintai (SAYPSM), dengan subjudul Perjalanan Membenci dan Menerima Patah Hati.

Bulan lalu, usai paket yang ditunggu-tunggu ini datang, setelah sekian bulan tak punya bacaan baru, saya betul-betul excited hingga kubawa buku ini ke Bogor, ke Bali, berharap bisa menemani perjalanan panjang yang membosankan. Namun, eksekusinya tidak sejalan dengan excitementnya, buku setebal 150-an halaman tak kunjung khatam bahkan dalam sebulan. Attention spanku tampaknya benar-benar terganggu, kacau. Akhirnya kuputuskan untuk hengkang dari sosial media sejenak, berharap durabilitas fokus kembali ke rentang normal, demi menamatkan target bacaan bulanan.

Buku Mbak Lia, begitu ia kusapa, membuatku terus membaca tanpa peduli sekitar. Pelan tapi pasti halaman demi halaman buku SAYPSM kulahap, lebih cepat daripada kemampuanku mengunyah sebungkus keripik kesukaanku. Mbak Aprilia Kumala menulis seperti pendongeng yang sudah selesai dengan hidup. Ia menceritakan perpisahan, sakit hati, duka dan kehilangan dengan begitu saja, apa adanya. Seperti menyeduh kopi Dampit getir tanpa gula. Kalimat-kalimat yang dipilih juga lincah seperti toddler yang sedang aktif-aktifnya. Mengajakmu berimajinasi dan membayangkan adegan dengan detail yang cukup.

Sebagai penggemar komedi kemarau lintas musim yang panas seperti Surabaya jelang Dzuhur, Mbak Lia dalam keadaan yang paling sedih ternyata tetap mampu memberikan komedi getir. Aku ingat pernah membaca sebuah dialog yang aduhai brengseknya,

“Apakah setiap tragedi manusia di kolong langit bisa ditertawakan? Jawabannya tentu saja tidak, tapi beri sedikit waktu, maka ia akan lucu dengan sendirinya.”

Buku Sepasang Antagonis Yang Pernah Saling Mencintai sebenarnya adalah catatan harian seorang penyintas perpisahan. Orang yang terluka, mengingat kembali kejadian-kejadian menyedihkan yang dialami, untuk kemudian dipetik hikmah di belakangnya bahkan ditertawakan kebodohannya. Hikmah itu bisa jadi rasa malu, atau lelucon jelek yang membuat kita terbahak. Tragedy plus time equals comedy.

Aku merasa demikian dekat dengan kisah Lia, karena pernah mengalaminya. Kini, aku bisa menertawakan kebodohanku, dan aku yakin Lia juga. Jatuh cinta membuat kita jadi badut yang lucu, sayangnya hanya orang lain yang bisa melihat lelucon buruk yang kita bikin, baru setelah sadar (seringkali bertahun-tahun kemudian), kita bisa melihat betapa lucu perilaku kita saat linglung dihajar kasmaran.

Robert Burton dan praktisi kesehatan di zaman Yunani kuno percaya bahwa tubuh kita dikendalikan oleh empat jenis cairan yang dikenal dengan nama humor (bukan humor yang kita kenal sekarang), keseimbangan antara empat jenis cairan berupa empedu kuning, dahak, empedu hitam dan darah yang akan membangun kesadaran dan stabilitas mental kita. Melankoli berasal dari kata melaina kole, cairan hitam yang menjadi sumber kesedihan. Dengan kata lain, saat sedih, terluka, berduka, tubuh kita dibanjiri oleh cairan hitam tadi, maka jadi melankolis.

Lia dengan tulisan yang jelas dan terukur, mengajak pembaca untuk berkaca. Melihat betapa konyol diri kita dihadapan perasaan, terutama, ketika berkaitan dengan orang yang kita cintai. Perpisahan yang semestinya dirayakan, karena misal: kekasihmu tukang selingkuh, berperilaku serupa bandit, tempurung kepalanya kopong, malah berujung kesedihan berhari-hari.

Di segala penjuru mata angin, jika cukup jeli dan rajin melihat sekeliling, kamu akan menemukan banyak orang sejenis. Sudahlah disakiti, dikecewakan, dijadikan batu pijakan, cadangan, dan pilihan nomor dua, tapi masih penasaran dan berharap kekasihnya mengajak balikan. Kamu pikir itu mustahil? Tidak, Lia pernah jatuh perangkap berharap kekasihnya (yang mungkin serupa ogoh-ogoh dengan gingsul runtuh sebelah) untuk minta maaf dan rujuk kembali.

“Alih-alih melempar air teh ke mukanya, aku malah duduk di sana lebih lama dan menangis. Aku terus berharap dia mengulurkan tangannya untuk meminta maaf, berjanji tidak mengulangi kesalahannya dan mengajakku memulai semuanya dari awal,”

Itu kan penyakit buruk, (kadang lebih pedih daripada wasir dan sariawan), berharap disembuhkan oleh orang yang menyakiti kita. Buku ini membantuku untuk percaya bahwa jika saja ada semacam pertolongan pertama usai putus pacaran, mungkin mereka tak akan jatuh depresi dan dibakar harapan hingga gila.

Lia menulis panduan menyelamatkan diri dari patah hati dan bersikap bodoh. Pelajaran yang seharusnya diajarkan di setiap sekolah setelah mata pelajaran pendidikan moral pancasila.

Melankoli setelah patah hati itu menyakitkan. Robert Burton, yang lahir pada 1577, menghabiskan hidupnya mempelajari penyebab dan pengalaman kesedihan. Dalam “The Anatomy of Melancholy,” Burton menulis, “He that increaseth wisdom increaseth sorrow.” Para penyair setelah Burton, dengan gegabah, sayangnya memuja melankoli dengan semprulUntuk bisa menghargai tempias hujan, kita perlu terpanggang matahari kemarau. Agar bisa menikmati bunga mawar, kita harus belajar menghadapi tanah gersang. 

Tetapi segala nasihat tadi, kebijaksanaan, dan kecerdasan emosional seringkali tak berguna ketika kita jatuh cinta dan patah hati. Kesedihan, berbeda dengan kemarahan atau kekerasan, ketika kita patah hati. Air mata kesedihan adalah ungkapan penderitaan atas apa yang tak bisa diselamatkan. Seringkali bercampur rasa malu karena mempertahankan hubungan tak berguna dengan orang yang lebih tak berguna.

Mungkin kesedihan dan melankoli paska putus membantu menghasilkan energi yang kita perlukan untuk bertahan hidup, tetapi banyak yang bertanya-tanya apakah penderitaan yang dirasakan ini akan abadi? Lia menjawab: Tidak, ia akan selesai dan lewat. Iya, lewat. Seperti tai yang mengapung di sepanjang sungai, perasaan cinta dan sakit hati usai diputusin, akan lewat. Entah dengan rasa jijik yang bikin mual, atau kelegaan yang luar biasa.

Grief, when it comes, is nothing like we expect it to be. Grief has no distance. Grief comes in waves, paroxysms, sudden apprehensions that weaken the knees and blind the eyes and obliterate the dailiness of life.” 

Lia, sang penulis, tahu rasanya menghadapi duka setelah putus. Ia akan hadir, berkali-kali, dalam kadar berbeda, dan seringkali dengan keras kepala.

Itu mengapa, jika kamu patah hati, usai berpisah dengan kekasih. Buku Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai ini, akan membantumu menyintas. Meski demikian, ia bukan obat puyer anti nyeri yang cespleng menghilangkan dukamu. Setidaknya, sebagai pertolongan pertama, buku ini akan membantumu untuk tahu apa yang harus dilakukan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ibu: Memahami Bagaimana Ibu Mengatakan Cinta

Unpopular Opinion: Betapa “1 Kakak 7 Ponakan” dan “Home Sweet Loan” Jadi Film yang Terlalu Kapital

Aku Adalah si Ikan Dory